6 Eks Pemimpin Negara yang Diadili Pasca Lengser karena Korupsi

Artikel Berkaitan

Indonesia mantan Presiden Soeharto dihentikan penyelidikan dugaan korupsinya dengan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) oleh Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh karena alasan kondisi fisik dan mental. Di luar negeri, penegak hukum tidak tebang pilih pada mantan pemimpin negerinya, disidang sekalipun berbaring di atas ranjang rumah sakit.

Siapa saja pemimpin negara baik yang masih menjabat dan sudah lengser yang berhasil diadili karena kasus korupsi?

yuuk kita lihat

1. Ehud Olmert, mantan Perdana Menteri Israel

Ehud Olmert dituduh menerima suap oleh Departemen Keadilan Israel pada Mei 2008, saat dirinya masih aktif menjabat PM. Olmert dituduh menerima suap dari pebisnis Yahudi Amerika Morris Talansky. Olmert mengakui menerima dana itu yang digunakan untuk kampanye dalam ajang pemilihan umum, namun bukan dana ilegal.



30 Agustus 2009, Olmert didakwa berlapis di Pengadilan Distrik Jerussalem. Tuduhan itu adalah: penyuapan, penyalahgunaan kepercayaan, memalsukan dokumen perusahaan dan penggelapan pajak. September 2009 kasusnya mulai disidang.

Sesuai dengan peraturan di Israel, para pejabat publik yang tersangkut kasus termasuk korupsi harus mengundurkan diri. Olmert yang terpilih tahun 2006 pun langsung mengundurkan diri dan langsung digantikan Benjamin Netanyahu.

Pada Januari 2012, Olmert didakwa atas kasus korupsi saat dirinya menjadi Walikota Jerusalem. Olmert didakwa menerima suap pelicin dari perusahaan properti di Jerussalem, saat Olmert gencar-gencarnya membangun pemukiman Yahudi dan transportasi di wilayah itu. Dakwaan ini diajukan di Pengadilan Distrik Tel Aviv. Sidang kasus penyuapan proyek pemukiman ini akhirnya masih dipending.

Pada 10 Juli 2012, Olmert terbukti melakukan penyalahgunaan kepercayaan berkaitan dengan kasus pusat investasi, namun dibebaskan atas kasus suap dari pebisnis Yahudi AS, Morris Talansky.

2. Hosni Mubarak, mantan Presiden Mesir

Karena didemonstrasi rakyatnya, akhirnya Hosni Mubarak mundur pada 11 Februari 2011. Tak perlu waktu lama bagi para penegak hukum untuk memproses kasus-kasusnya.

Tepatnya pada April 2011, jaksa mulai memeriksa Hosni Mubarak tentang kasus-kasus korupsi dan kasus-kasus lainnya. Mubarak kemudian diminta bersiap menghadapi persidangan.



Pada Agustus 2011, Mubarak menghadiri sidang walaupun harus berbaring di atas ranjang rumah sakit. Di pengadilan, ranjang Mubarak ditempatkan di suatu ruangan berkerangkeng. Tuntutan yang disasarkan pada Mubarak, adalah dugaan korupsi dan pembunuhan demonstran.

Pada Juni 2012, Mubarak bersama mantan Menteri Dalam Negerinya, Habib al-Adly terbukti bersalah karena membunuh para demonstran yang tidak bersenjata. Mubarak dijatuhi hukuman seumur hidup.

3. Jacques Chirac, mantan Presiden Prancis

Mantan Presiden Prancis Jacques Chirac dinyatakan bersalah pada kasus penyelewengan kekuasaan dan penggelapan dana saat menjabat Wali Kota Paris tahun 1997-1995. Hakim memvonis Chirac 2 tahun penjara.




Seperti diberitakan oleh AFP, Jumat (16/12/2011), Chirac tidak hadir saat pembacaan vonis dari hakim. Hakim menyebut Chirac melakukan tindak pidana dengan mengumpulkan hasil pembayaran pajak senilai US$ 1,8 juta.

"Jacques Chirac telah melanggar tugasnya sebagai pejabat publik dengan membawa dana publik atau properti, dan menghina kepentingan umum warga Paris," kata hakim tersebut.

Dalam dakwaan hakim, Chirac disebut berperan sebagai pelaksana dan penerima manfaat dari dana publik yang digunakannya. Dana itu digunakan untuk kepentingan dirinya dan partainya.

Chirac adalah presiden Prancis yang duduk pada di tahun 1995 hingga 2007 dan mendapatkan kekebalan hukum saat dirinya duduk di jabatan tersebut. Chirac membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya, tapi kasus ini hanya salah satu dari skandal korupsi dirinya dalam karir politiknya.

4. Zine El Abidine Ben Ali, mantan Presiden Tunisia

Penguasa Tunisia 23 tahun, yang terguling Januari 2011 lalu itu telah disidang secara in absentia dalam 4 kasus berbeda. Jika ditotal, vonis yang dijatuhkan mencapai 86,5 tahun penjara.




Pada Kamis (28/7/2011), Ben Ali yang kabur ke Arab Saudi, divonis 16 tahun karena korupsi dan penipuan properti. Pada hari yang sama, pengadilan Tunisia juga memvonis 8 tahun penjara pada putri Ben Ali dan 16 tahun penjara kepada menantunya, Sakh al-Materi, secara terpisah.

Kasus yang dituduhkan adalah akuisisi lahan di distrik kelas atas Tunisia yang melibatkan "intervensi pribadi" Ben Ali. Akuisisi lahan lainnya adalah lahan yang semula diniatkan menjadi taman disulap menjadi bangunan, sehingga harganya meroket.

Menurut dakwaan, lahan itu dibeli dengan harga murah meriah, yaitu 23 dinar (11,5 euro) per meter persegi, jauh di bawah nilai aslinya yang 350 dinar. Lalu lahan itu dijual kembali menjadi 1.500 dinar per meter persegi.

Vonis terakhir dijatuhkan Pengadilan militer Tunisia pada Rabu (13/6/2012) lalu, menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun. Vonis tersebut dijatuhkan atas berbagai dakwaan termasuk hasutan untuk membunuh.

Vonis tersebut dijatuhkan terkait kematian empat pemuda yang ditembak mati di Kota Ouardanine pada pertengahan Januari 2011 lalu. Ben Ali saat ini masih menjadi buron dan mengasingkan diri di Arab Saudi.

5. Laisenia Qarase, mantan Presiden Fiji

Mantan Perdana Menteri Fiji Laisenia Qarase dijatuhi hukuman 12 bulan penjara atas kasus korupsi. Qarase terbukti bersalah atas 9 dakwaan penyalahgunaan kekuasaan saat menjabat sebagai direktur sebuah perusahaan milik pemerintah.




Qarase terpilih menjadi Perdana Menteri Fiji pada tahun 2000 lalu dan dilengserkan dari kursinya dalam kudeta militer pada tahun 2006. Kasus ini terjadi ketika Qarase menjabat sebagai Direktur Fijian Holdings, yang merupakan perusahaan investasi milik pemerintah pada tahun 1992-1995 silam.

Dalam kasus ini, Qarase didakwa telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan gagal melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai pegawai pemerintah. Menurut jaksa penuntut, saat itu Qarase lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan keluarganya, dibanding kepentingan masyarakat.

Atas seluruh dakwaan yang dijeratkan kepadanya, Qarase bersikeras dirinya tidak bersalah. Namun Hakim Priyantha Fernando tetap menyatakan pria berusia 71 tahun tersebut telah mengkhianati kepercayaan publik dan harus menjalani hukuman penjara sebagai ganjarannya. Demikian seperti dilansir oleh AFP, Jumat (3/8/2012).

Hakim berniat menunjukkan kepada publik bahwa pejabat apapun, tidak peduli senioritas atau posisinya yang tinggi, tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya jika melakukan kesalahan dan pelanggaran.

Dengan adanya vonis ini, berarti Qarase tidak berhak lagi ikut serta dalam pemilihan umum di Fiji. Diketahui bahwa pasca dilengserkan oleh militer pada tahun 2006, Qarase bertekad untuk kembali berkuasa pada pemilu tahun 2014 mendatang.

6. Nambar Enkhbayar, mantan Presiden Mongolia

Pengadilan Mongolia menjatuhkan hukuman penjara 4 tahun untuk mantan Presiden Nambar Enkhbayar atas dakwaan korupsi. Namun Enkhbayar menyebut persidangan kasus ini bermotif politik.




Enkhbayar telah menjabat sebagai perdana menteri dan kemudian sebagai presiden selama hampir satu dekade hingga lengser pada tahun 2009. Pria berumur 54 tahun itu ditangkap pada April lalu dalam operasi penggerebekan yang dilancarkan kepolisian dan disiarkan langsung oleh televisi nasional.

Dalam persidangan yang digelar Kamis, 2 Agustus waktu setempat dan disiarkan televisi nasional, pengadilan Mongolia menyatakan Enkhbayar bersalah atas penyalahgunaan hibah yang ditujukan untuk sebuah biara. Enkhbayar juga dinyatakan bersalah atas dakwaan-dakwaan korupsi lainnya.

Pengadilan semula menjatuhkan vonis penjara 7 tahun untuk Enkhbayar namun kemudian dikurangi karena adanya aturan amnesti. Enkhbayar yang dilarang ikut mencalonkan diri dalam pemilihan parlemen Mongolia pada Juni lalu, menyebut dakwaan-dakwaan ini tak berdasar.

"Saya telah menjabat presiden, perdana menteri dan ketua parlemen. Saya tak pernah berpikir saya akan dituduh dengan tanpa dasar," cetus Enkhbayar dalam kesaksiannya seperti dilansir AFP, Jumat (3/8/2012). Enkhbayar akan mengajukan banding atas putusan ini.

Mongolia yang merupakan salah satu negara termiskin Asia itu, menempati ranking 120 dari 182 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perceptions Index yang disusun oleh kelompok Transparency International. Posisi tersebut ditempati bersama Bangladesh, Iran dan Kazakhstan.

 Sumber